PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Usaha
menyebarluaskan suatu gagasanpembaharuan dapat ditentukan, antara lain kualitas
murid sebagai pengikut dari pencetus ide-ide dari pembaharuan tersebut, dan
oleh keberadaan lembaga pendidikan sebagai sarana yang dipergunakan untuk
mengembangkan ide-ide tersebut. Hal ini kelihatannya terbukti dalam perjalanan
Sayyid Ahmad Khan sebagai tokoh pembaharu di India.
Untuk menyebarluaskan ide-ide
pembaharuannya, selain melalui buku-buku dan artikel-artikel yang ia tulis didalam
majalah Tahzib Al-Akhlaq, ia juga menyebarkannya melalui pendidikan, yaitu
melalui Muhammadan Anglo Oriental Collage (MAOC) di Aligarh. Sekolah ini
didirikan pada tahunn 1878 di Aligarh yang dikenal dengan gerakan Aligarh yang
merupakan peristiwa bersejarah dan berpengaruh dalam suatu usaha pembaharuan
umat, terutama perkembangan dan kemajuan umat islam di India.
Sekolah inilah yang menghasiulkan
pengikut dan kader-kader yang melanjutkan ide-ide pembaharuannya oleh karena
itu para penulis mencatat tentang perkembangan islam di India bahwa gerakan
Aligarh dipandang sebagai pergerakan utama bagi terwujudnya pembaharuan islam
di India. Hal itu dapat diterima, sebab dapat diketahui bahwa pengaruh terbesar
yang diberikan oleh gerakan Aligarh diterima oleh golongan Integelensia muslim
india. [1]
Dalam hubungan gerakakn aligarh
terhadap golongan itelengensia muslim India dan kaitannya dengan keberadaannya
sebagai usaha pembaharuan. Oleh karena itu penulis ingin mengulas tentang
perjuangan Sayyid Ahmad Khan dan gerakan Aligarh.
BAB II
PEMBAHASAN
SAYYID AHMAD KHAN DAN GERAKAN ALIGARH
A.
Biografi Sayyid Ahmad Khan
Setelah
hancurnya gerakan mujahidin dan kerajaan mughal sebagai pemberontakan 1857,
muncullah Sayyid Ahmad Khan untuk memimpin umat Islam di India.[2] Sayyid
Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan ia berasal
dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya
Sayyid Hadi adalah Pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754- 1759). Ia
mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping Bahasa Arab
ia juga belajar Bahasa Persiad dan sejarah.[3]
Sayyid Ahmad Khan adalah orang yang rajin membaca. Pendidikan formal Ahmad Khan, menurut John L. Esposito, sangat tradisionaldan
ketika usianya 18 tahun ia bekerja pada Serikat India Timur,
kemudian bekerja pula sebagai hakim, tetapi pada tahun 1846 ia pulang kembali
ke Delhi untuk meneruskan studi.[4]
Pada masa Pemberontakan 1857 ia berusaha mencegah terjadinya
kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggeris
menganggap ia telah banyak berjasa dan ingin membalas jasa tersebut, tetapi
hadiah yang dianugerahkan Inggeris ditolaknya, ia hanya menerima Gelar Sir dari
pemerintahan Ingris dari berbagai hadiah yang ditawarkan tersebut. Hubungannya
dengan pihak Ingris sangat baik dan inilah yang dipergunakannya untuk
kepentingan ummat Islam India.
Ahmad Khan mengakhiri perjuangannya dengan berpulangnya ke
rahmatullah pada tanggal 27 Maret 1898 setelah menderita sakit beberapa lama
dalam usia 81 tahun, dan dimakamkan di Aligarh.
Atas usahanya dan atas sikap kooperatif yang ditunjukkannya terhadap
Inggeris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Inggeris
terhadap ummat Islam India. Sementara itu kepada ummat Islam dianjurkan agar
tidak bersikap melawan tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggeris.
Cita citanya untuk menjalin hubungan baik antara Inggeris dan ummat Islam
dimaksudkan agar ummat Islam dapat merobah nasib dari kemunduran. Keinginan ini
telah dapat diwujudkan Sir Sayyid pada masa hidupnya.[5]
a.Sayyid Ahmad Khan dimata Para Ulama’ Makkah.
Ketika Inggris
menginjakkan kakinya dan menancapkan benderanya di India, kemudian runtuhlah
perbendaharaan Kerajaan Timur (diambil dari nama Timurlenk pendiri kedaulatan
Mogul pada abad keenambelas Masehi). Yang menjadi tujuan mereka adalah untuk
melemahkan aqidah ummat Islam dan agar mereka (ummat Islam) menganut paham
orang-orang Inggris. Tujuan yang lain adalah untuk mempersempit kehidupan ummat
Islam dengan mengadakan berbagai penekanan dan paksaan-paksaan. Dengan demikian
maka ummat Islam tidak akan mengenal aqidah Islam yang sebenarnya dan akan
melalaikan kewajibannya. Ketika para pemerintah lalim itu gagal memanfaatkan
cara pertama, mereka mempergunakan cara yang kedua. Mereka mulai merencanakan
untuk menghilangkan Agama Islam dari India, sebab mereka hanya takut menghadapi
kaum muslimin yang kehilangan pemimpin dan hak-hak mereka.
Maka datanglah seorang bernama Ahmad Khan Bahadur (gelar bangsawan di
India) mendekati penjajah Inggris untuk meraih keuntungan. Mulai dia melangkah
untuk meninggalkan agamanya (Islam) dan menganut agama yang dipeluk oleh bangsa
Inggris. Ia mulai menulis sebuah buku-buku dimana ia menyatakan bahwa Taurat
dan Injil tidak pernah diubah-ubah oleh tangan manusia, untuk mendapatkan
pangkat dari tangan penjajah. Orang Inggris tidak percaya kepadanya sehingga ia
benar-benar menyatakan bahwa dirinya adalah “seorang Kristen”. Ia sadar bahwa
usahanya yang hina ini sia-sia belaka dan ia tidak mampu mengubah agama
penganut Islam kecuali beberapa orang saja. Maka ia memulai cara lain dalam
pengabdiannya kepada pemerintah Inggris: dengan memecah belah persatuan ummat
Islam. Ia memunculkan dirinya sebagai seorang naturalis ateis dan menyatakan
bahwa tak ada sesuatu apapun kecuali alam (nature) dan bahwa ala mini tidak ada
Tuhan yang menciptakan, Ia menyatakan bahwa semua nabi adalah naturalis, tidak
percaya kepada Tuhan yang membuat undang-undang. Pemerintah Inggris merasa
bahagia dengan usahanya itu, dan melihat bahwa cara tersebut adalah yang paling
baik untuk merusak hati kaum Muslimin. Mereka menghormati dan menjunjung Ahmad
Khan dan membantu dia untuk mendirikan sekolah di Alighar dengan nama sekolah
“Muhammadiyin”, sebagai perangkap untuk menghimpun pemuda-pemuda Mu’min dan
dididik menurut pemikiran Ahmad Khan Bahadur.
Ahmad Khan juga menulis sebuah tafsir Al Qur’an, dimana ia banyak mengubah
maksud yang sebenarnya. Ia menerbitkan majalah bernama Tahdzibul-Akhlaq yang
isinya hanya membingungkan pikiran kaum Muslimin dan memecah belah mereka serta
menyalakan api permusuhan antara ummat Islam India dan yang lain, khususnya
warga kerajaan Ottoman. Secara terus terang ia menghilangkan seluruh agama yang
ada, namun pada hakekatnya agama Islam, Ia mengajak manusia untuk kembali ke
“alam”, dengan alasan bahwa bangsa Eropa tidak akan maju peradabannya dan tidak
akan memiliki ilmu pengetahuan, kerendahan hati dan kekuatan yang begitu tinggi
kecuali dengan membuang agama dan kembali kepada maksud agama yang sebenarnya,
yaitu menyelidiki nature (alam). Itulah pendapatnya.
Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
Ketika menerangkan ayat tentang peperangan, ia melemahkan kewajiban jihad
pada masa yang akan datang. Dan ayat yang berhubungan dengan Ahlul Kitab, ia
tafsirkan bahwa tak ada jarak antara ahlul kitab dan ummat Islam. Ia mengajak
kerja sama antara orang-orang Islam dan orang-orang Barat, ia mengajak kepada
Humanisme Agama (yakni kemanusiaan yang dianjurkan oleh semua agama samawi).
Dalam konsep tersebut tak ada perbedaan negara, bangsa, agama, dan paham.
Dengan demikian Ahmad Khan memiliki jasa di bidang politik dan pendidikan
disertai motivasi pembaharuan agama.[6]
b.Pokok-pokok
pemikiran Sayyid Ahmad Khan dalam Pembaharuan Islam di India
Meskipun Sayyid Ahmad Khan dihujat dan dicap kafir oleh para ulama’ Makkah,
beliau tidak langsung putus asa dalam memperjuangkan pendapatnya, bahkan beliau
tidak menggubrisnya. Sementara menurut cendekiawan muda Muslim India, beliau
diagungkan karena memiliki ide-ide yang cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam
India dari keterpurukan.[7]
Diantara ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut:
1. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam
India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris telah
merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa
kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan
akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar
ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh
ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang
diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi
memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan
pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan
peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan
terhadap Inggris Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan
Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia
anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan
bersahabat dengan inggris. Cita citanya untuk menjalani hubungan baik antara
inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari
kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2. Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak
mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah
timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan
dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran
manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad
Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat
bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan
kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan
kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Alam,
demikian Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan
hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi
menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama
(Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka
wujud sesuatu itu akan lenyap.
3. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak
segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya
hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat
bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan
zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia
senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru
untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat
yang berobah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak
merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak
semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima
sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang
keasliannya.
4. Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya,
adalah system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan
oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system
monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu.
Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan,
tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu.
Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan
yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari
perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak
dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan
kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan
ketenteraman jiwa. Faham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan
dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian
ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5. Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam
merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat
Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu dengan ummat
Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya,
akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.
Inilah pokok-pokok
pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang
dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir.
Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal
manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum
alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu
ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
B.
Gerakan Aligarh